BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Warga Negara Indonesia (WNI) yang
hendak bepergian ke luar negeri dikenai kewajiban untuk membayar Fiskal Luar
Negeri (FLN). FLN merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan pemerintah
berkenaan dengan dengan peranan FLN sebagai salah satu pos penerimaan negara,
dan fungsi regulerren berkenaan pelaksanaan fungsi budgetair dan fungsi
regulerren. Fungsi budgetair dalam hal ini adalah berkenaan dengan upaya
pemerintah untuk mengatur dan atau membatasi WNI yang hendak bepergian ke luar
negeri.
Ketentuan
berkenaan dengan FLN ini banyak menimbulkan kritik dari banyak kalangan karena
dinilai memberatkan dan cenderung dianggap membatasi hak warga negara untuk
berkunjung ke luar negeri. Disamping itu sudah banyak Negara lain (bahkan di
kawasan Asia Tenggara) yang menghapuskan kebijakan ini. Dengan beberapa
pertimbangan tersebut, banyak pihak memberikan masukan kepada pemerintah untuk
menghapuskan kebijakan FLN. Wacana untuk menghapuskan FLN tersebut akhirnya
berujung pada lahirnya kebijakan pemerintah untuk menghapus FLN secara bertahap
yang diberlakukan pada 01 Januari 2009.
Dasar
hukum berkenaan dengan penghapusan FLN (secara bertahap) terdapat pada
ketentuan Pasal 25 ayat (8) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang
menyebutkan bahwa: “Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang tidak memiliki
NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri
wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”,
yang secara a contrario berarti bahwa FLN tidak wajib dibayar oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang akan bertolak ke luar negeri dan telah
memiliki NPWP atau belum berusia 21 tahun.
Dengan diberlakukannya UU Pajak
Penghasilan yang baru (UU 36/2008) maka perlakuan mengenai Fiskal Luar Negeri
juga mengalami penyesuaian. Jika dulu setiap orang yang hendak bepergian ke
luar negeri diharuskan membayar fiskal luar negeri yang besarnya satu juta
rupiah jika menggunakan pesawat udara (lewat udara) dan lima ratus ribu jika
menggunakan kapal laut dan atau perjalanan darat, maka dengan ketentuan yang
baru orang pribadi yang telah memiliki NPWP atau belum berumur 21 tahun
dibebaskan dari kewajiban tersebut. Ketentuan ini akan mulai diberlakukan pada
01 Januari 2009 hingga akhir 2010. Selanjutnya mulai 01 Januari 2011 setiap
orang yang akan bepergian keluar negeri dibebaskan dari kewajiban untuk
membayar fiskal luar negeri.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.2.1
Mengapa pemerintah
membebaskan fiskal luar negeri?
1.2.2 Apakah dampak pembebasan fiskal luar negeri
terhadap penerimaan negara?
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kebijakan Publik
Pada dasarnya terdapat banyak
batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public
policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Masing-masing
definisi tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul
karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara
disisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli akhirnya
juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Kebijakan publik dalam perspektif penulis secara garis
besar dipahami sebagai: (1) kebijakan publik yang menjalankan fungsi sebagai decision
making process; (2) kebijakan publik sebagai sebuah proses managerial,
yaitu kebijakan publik sebagai rangkaian kerja pejabat publik dalam membuat dan
menerapkan sebuah kebijakan; (3) kebijakan publik dikategorikan sebagai bentuk
intervensi pemerintah; dan (4) kebijakan publik
merupakan sarana interaksi antar
negara dan rakyatnya.
Salah
satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone
yang mengatakan bahwa: secara luas, kebijakan publik dapat didefinisikan
sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep Eyestone
ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik mencakup banyak hal.
Thomas
R. Dye
mengatakan bahwa: kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan. Walaupun batasan yang diberikan oleh Dye ini
agak tepat, namun batasan ini tidak cukup memberikan pembedaan yang jelas
antara apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan dan apa yang
sebenarnya dilakukan. Konsep ini bisa mencakup hal-hal yang bersifat privat
yang sebenarnya sudah berada diluar domain kebijakan publik seperti KTUN
(Keputusan Tata Usaha Negara).
Chandler
dan Plano menyatakan bahwa kebijakan publik
merupakan pemanfaatan strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah-masalah publik. Menurutnya, kebijakan publik
merupakan bentuk intervensi negara untuk melindungi kepentingan masyarakat (kelompok) yang kurang beruntung. Definisi Chandler dan Plano tersebut
menunjukkan bahwa kebijakan publik masuk dalam lapis pemaknaan kebijakan publik
sebagai intervensi dari pemerintah.
Dari berbagai pendapat tersebut,
berkaitan dengan konteks penulisan kali ini dengan objek penulisan kebijakan
publik di bidang Fiskal Luar Negeri, maka penulis berpendapat bahwa Kebijakan (policy)
adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti government
yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang
menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha, maupun
masyarakat (baik sebagai individu maupun kelompok). Dalam tahap perumusan
kebijakan, memang dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam
‘mempositifkan’ berbagai macam kebijakan, namun hal ini tidak berarti terlepas
dari dunia diluar pemerintahan (masyarakat) itu sendiri karena kita tahu
berbagai macam bentuk kebijakan yang ada pada dasarnya harus ‘mengikuti
kehendak pasar’ dan demi kepentingan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat (tujuan tertinggi pembentukan suatu negara). Dalam tahap implementasi
dan evaluasi, kebijakan publik yang telah digulirkan oleh pemerintah sebagai
suatu pola perilaku yang mempertimbangkan arah tindakan dan sasaran-sasaran
tertentu yang ingin dicapai, tidak akan terlepas dari peran masyarakat (baik
itu kelompok maupun individu).
Dengan kalimat lain dapat dijelaskan
bahwa masyarakat berperan sebagai ‘kepanjangan tangan’ bagi pemerintah
ketimbang sebagai objek baik dalam perumusan, pelaksanaan, maupun dalam tahap
evaluasi kebijakan. Lebih lanjut, kebijakan pada intinya merupakan
keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur
pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial, dan manusia demi
kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat, atau warga
negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi, atau bahkan
kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan
yang mewakili sistem politik suatu negara.
Dengan demikian ciri-ciri dari
kebijakan publik adalah adanya peran dasar pemerintah, bersentuhan dengan
kepentingan publik, berorientasi kepada kepentingan publik, dan melalui
mekanisme positivisme hukum (apapun instrumen yang digunakan, baik itu produk
hukum maupun produk politik), dan dalam koridor APBN atau dalam kerangka pola
umum pembangunan berjangka (yang terencana) dari suatu negara.
2.2 Pengertian Fiskal Luar Negeri
Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah
Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap Orang Pribadi yang akan
bertolak ke luar negeri.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Alasan Pembebasan Fiskal Luar
Negeri Oleh Pemerintah
Pemerintah menghapus peraturan
fiskal luar negeri mulai awal tahun 2011. Hal ini merupakan kebijakan ideal
yang sebenarnya telah diterapkan sejak lama di banyak negara. Dengan asumsi
bahwa setiap WPOPDN yang bepergian ke luar negeri adalah orang dengan
penghasilan diatas PTKP, dan oleh karenanya mereka sudah memiliki NPWP. FLN itu
sendiri berfungsi sebagai kredit pajak, kebijakan pembebasan FLN ini secara
rasional seharusnya tidak akan berdampak terhadap penerimaan pajak. Ditjen
Pajak menggunakan pembebasan fiskal keluar negeri untuk menjaring mendorong
warga negara yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak
(PTKP) untuk secara sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Dengan adanya pembebasan fiskal Luar Negeri di Indonesia dapat menambah
pendapatan keuangan Indonesia. Alasan lainnya adalah kebijakan ini sudah jarang
dilakukan di luar negeri.
Bepergian ke luar negeri merupakan hak dari setiap warga
negara, dan negara wajib menjamin kebebasan ini dan hendaknya berfungsi sebagai
fasilitator. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan justru iklim investasi akan
meningkat sejalan dengan dipermudahnya orang untuk keluar masuk ke luar negeri
atau ke dalam negeri. Pembebasan fiskal ke luar negeri
merupakan wujud kepedulian pemerintah dalam memberikan kemudahan bagi setiap
masyarakat yang hendak ke luar negeri.
3.2
Dampak dari Pembebasan
Fiskal Luar Negeri (FLN)
Pembebasan
fiskal luar negeri dinilai memiliki beberapa dampak positif sekaligus dampak
negatif. Dampak positif dari pembebasan FLN diantaranya adalah mempermudah
warga negara yang ingin bepergian ke luar negeri terutama bagi pelajar atau
mahasiswa yang ingin menuntut ilmu ke luar negeri. Karena tidak semua warga
negara yang ingin bepergian ke luar negeri adalah orang kaya. Meski
dinilai menghilangkan potensi pendapatan pajak. Namun kata Robert[1],
pembebasan fiskal bisa membantu kelancaran di bandara dan menekan biaya
perjalanan warga negara Indonesia ke luar negeri. Selain itu, bisa
menghilangkan potensi praktik manipulasi dari aparat pajak. “Fiskal gampang
dimanipulasi, dari aparat pajak dan praktik itu akan hilang”.
Fiskal luar negeri memang turut
menyumbang ke dalam penerimaan negara, tetapi persentasenya tak begitu besar.
Saat penerimaan pajak Indonesia Rp300 triliun hingga Rp400 triliun, sumbangan
fiskal keluar negeri Rp1,2 triliun hingga Rp3 triliun.
Pemerintah mengaku tidak khawatir
dengan penghapusan pengenaan fiskal ke luanegeri yang berlaku mulai 1 Januari
2011, meskipun hal tersebut dipastikan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Selain
menambah penerimaan pajak, pengenaan fiskal ke luar negeri selama ini terbukti
efektif menjaring wajib pajak untuk memiliki NPWP. Kepala Badan
Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengakui penghapusan
kebijakan fiskal ke luar negeri tersebut akan mempengaruhi penerimaan pajak. Namun,
dia yakin penerimaan pajak yang hilang akibat dihapuskannya pengenaan fiskal ke
luar negeri tersebut akan terkompensasi oleh penerimaan dari pembayaran pajak
wajib pajak yang telah terdaftar memiliki NPWP[2].
Sementara itu dampak negatif dari
pembebasan fiskal luar negeri adalah berimbas pada sektor pariwisata. Saat ini
globalisasi telah membuat orang dengan mudahnya berwisata dan berbelanja di
luar negeri. Jika pemerintah Indonesia tidak memperbaiki kualitas sarana dan
prasarana pada sektor pariwisata, maka kecenderungan orang-orang kaya untuk
berbelanja di luar negeri akan semakin besar. Apalagi jika jumlah turis asing
yang berkunjung ke Indonesia selalu
berkurang, maka akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pariwisata.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
·
Ketentuan berkenaan dengan FLN ini banyak menimbulkan kritik
dari banyak kalangan karena dinilai memberatkan dan cenderung dianggap
membatasi hak warga negara untuk berkunjung ke luar negeri. Disamping itu sudah
banyak negara lain (bahkan di kawasan Asia Tenggara termasuk Malaysia dan
Singapura) yang menghapuskan kebijakan ini.
·
Wacana untuk menghapuskan FLN tersebut akhirnya berujung
pada lahirnya kebijakan pemerintah untuk menghapus FLN secara bertahap yang
akan mulai diberlakukan pada 01 Januari 2009 mendatang dengan perlakuan sebagai
berikut: kurun waktu 01 Januari 2009 s/d 31 Desember 2010, WPOPDN yang sudah
mempunyai NPWP dan belum berusia 21 tahun dibebaskan dari kewajiban membayar
FLN; kurun waktu 01 Januari 2011 semua WPOPDN yang hendak bepergian ke luar
negeri bebas dari kewajiban membayar FLN.
·
Dampak kebijakan FLN dalam kurun waktu 01 Januari 2009 s/d
31 Desember 2010 secara matematis memang menghilangkan potensi penerimaan pajak
dari sektor FLN sebesar lebih dari Rp. 3,3 T di tahun 2009 dan diatas Rp. 4 T
di tahun 2010. Namun demikian hal ini bukan berarti DJP akan menderita kerugian
yang besar, karena sifat pembayaran FLN itu sendiri yang berfungsi sebagai
kredit pajak bagi yang membayarnya.Dengan
asumsi bahwa FLN dibayar oleh WPOPDN yang sudah berNPWP, maka kebijakan
pembebasan FLN ini tidak akan berdampak besar pada sisi penerimaan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
http://disperindag.kalbarprov.go.id/index.php/berita-disperindag/171-pembebasan-fiskal-tetap-diberlakukan-awal-januari-2011.html
0 komentar:
Posting Komentar