Blogger Widgets KEBIJAKAN FISKAL | hidayatul26

Kamis, 24 Oktober 2013

KEBIJAKAN FISKAL


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Warga Negara Indonesia (WNI) yang hendak bepergian ke luar negeri dikenai kewajiban untuk membayar Fiskal Luar Negeri (FLN). FLN merupakan salah satu dari sekian banyak kebijakan pemerintah berkenaan dengan dengan peranan FLN sebagai salah satu pos penerimaan negara, dan fungsi regulerren berkenaan pelaksanaan fungsi budgetair dan fungsi regulerren. Fungsi budgetair dalam hal ini adalah berkenaan dengan upaya pemerintah untuk mengatur dan atau membatasi WNI yang hendak bepergian ke luar negeri.
Ketentuan berkenaan dengan FLN ini banyak menimbulkan kritik dari banyak kalangan karena dinilai memberatkan dan cenderung dianggap membatasi hak warga negara untuk berkunjung ke luar negeri. Disamping itu sudah banyak Negara lain (bahkan di kawasan Asia Tenggara) yang menghapuskan kebijakan ini. Dengan beberapa pertimbangan tersebut, banyak pihak memberikan masukan kepada pemerintah untuk menghapuskan kebijakan FLN. Wacana untuk menghapuskan FLN tersebut akhirnya berujung pada lahirnya kebijakan pemerintah untuk menghapus FLN secara bertahap yang  diberlakukan pada 01 Januari 2009.
Dasar hukum berkenaan dengan penghapusan FLN (secara bertahap) terdapat pada ketentuan Pasal 25 ayat (8) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang menyebutkan bahwa: “Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”, yang secara a contrario berarti bahwa FLN tidak wajib dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang akan bertolak ke luar negeri dan telah memiliki NPWP atau belum berusia 21 tahun.
Dengan diberlakukannya UU Pajak Penghasilan yang baru (UU 36/2008) maka perlakuan mengenai Fiskal Luar Negeri juga mengalami penyesuaian. Jika dulu setiap orang yang hendak bepergian ke luar negeri diharuskan membayar fiskal luar negeri yang besarnya satu juta rupiah jika menggunakan pesawat udara (lewat udara) dan lima ratus ribu jika menggunakan kapal laut dan atau perjalanan darat, maka dengan ketentuan yang baru orang pribadi yang telah memiliki NPWP atau belum berumur 21 tahun dibebaskan dari kewajiban tersebut. Ketentuan ini akan mulai diberlakukan pada 01 Januari 2009 hingga akhir 2010. Selanjutnya mulai 01 Januari 2011 setiap orang yang akan bepergian keluar negeri dibebaskan dari kewajiban untuk membayar fiskal luar negeri.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.2.1        Mengapa pemerintah membebaskan fiskal luar negeri?
1.2.2    Apakah dampak pembebasan fiskal luar negeri terhadap penerimaan negara?














BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kebijakan Publik
Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Masing-masing definisi tersebut memberikan penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Sementara disisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak didefinisikan. Kebijakan publik dalam perspektif penulis secara garis besar dipahami sebagai: (1) kebijakan publik yang menjalankan fungsi sebagai decision making process; (2) kebijakan publik sebagai sebuah proses managerial, yaitu kebijakan publik sebagai rangkaian kerja pejabat publik dalam membuat dan menerapkan sebuah kebijakan; (3) kebijakan publik dikategorikan sebagai bentuk intervensi pemerintah; dan (4) kebijakan publik merupakan sarana interaksi antar negara dan rakyatnya.
Salah satu definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Robert Eyestone yang mengatakan bahwa: secara luas, kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Konsep Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik mencakup banyak hal.
Thomas R. Dye mengatakan bahwa: kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Walaupun batasan yang diberikan oleh Dye ini agak tepat, namun batasan ini tidak cukup memberikan pembedaan yang jelas antara apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya dilakukan. Konsep ini bisa mencakup hal-hal yang bersifat privat yang sebenarnya sudah berada diluar domain kebijakan publik seperti KTUN (Keputusan Tata Usaha Negara).
Chandler dan Plano menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pemanfaatan strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik. Menurutnya, kebijakan publik merupakan bentuk intervensi negara untuk melindungi kepentingan masyarakat (kelompok) yang kurang beruntung. Definisi Chandler dan Plano tersebut menunjukkan bahwa kebijakan publik masuk dalam lapis pemaknaan kebijakan publik sebagai intervensi dari pemerintah.
Dari berbagai pendapat tersebut, berkaitan dengan konteks penulisan kali ini dengan objek penulisan kebijakan publik di bidang Fiskal Luar Negeri, maka penulis berpendapat bahwa Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh berbagai bentuk kelembagaan, baik swasta, dunia usaha, maupun masyarakat (baik sebagai individu maupun kelompok). Dalam tahap perumusan kebijakan, memang dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan yang besar dalam ‘mempositifkan’ berbagai macam kebijakan, namun hal ini tidak berarti terlepas dari dunia diluar pemerintahan (masyarakat) itu sendiri karena kita tahu berbagai macam bentuk kebijakan yang ada pada dasarnya harus ‘mengikuti kehendak pasar’ dan demi kepentingan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (tujuan tertinggi pembentukan suatu negara). Dalam tahap implementasi dan evaluasi, kebijakan publik yang telah digulirkan oleh pemerintah sebagai suatu pola perilaku yang mempertimbangkan arah tindakan dan sasaran-sasaran tertentu yang ingin dicapai, tidak akan terlepas dari peran masyarakat (baik itu kelompok maupun individu).
Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa masyarakat berperan sebagai ‘kepanjangan tangan’ bagi pemerintah ketimbang sebagai objek baik dalam perumusan, pelaksanaan, maupun dalam tahap evaluasi kebijakan. Lebih lanjut, kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat, atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi, atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.
Dengan demikian ciri-ciri dari kebijakan publik adalah adanya peran dasar pemerintah, bersentuhan dengan kepentingan publik, berorientasi kepada kepentingan publik, dan melalui mekanisme positivisme hukum (apapun instrumen yang digunakan, baik itu produk hukum maupun produk politik), dan dalam koridor APBN atau dalam kerangka pola umum pembangunan berjangka (yang terencana) dari suatu negara.
2.2 Pengertian Fiskal Luar Negeri
Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.




BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alasan Pembebasan Fiskal Luar Negeri Oleh Pemerintah
Pemerintah menghapus peraturan fiskal luar negeri mulai awal tahun 2011. Hal ini merupakan kebijakan ideal yang sebenarnya telah diterapkan sejak lama di banyak negara. Dengan asumsi bahwa setiap WPOPDN yang bepergian ke luar negeri adalah orang dengan penghasilan diatas PTKP, dan oleh karenanya mereka sudah memiliki NPWP. FLN itu sendiri berfungsi sebagai kredit pajak, kebijakan pembebasan FLN ini secara rasional seharusnya tidak akan berdampak terhadap penerimaan pajak. Ditjen Pajak menggunakan pembebasan fiskal keluar negeri untuk menjaring mendorong warga negara yang memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk secara sukarela mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Dengan adanya pembebasan fiskal Luar Negeri di Indonesia dapat menambah pendapatan keuangan Indonesia. Alasan lainnya adalah kebijakan ini sudah jarang dilakukan di luar negeri.
Bepergian ke luar negeri merupakan hak dari setiap warga negara, dan negara wajib menjamin kebebasan ini dan hendaknya berfungsi sebagai fasilitator. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan justru iklim investasi akan meningkat sejalan dengan dipermudahnya orang untuk keluar masuk ke luar negeri atau ke dalam negeri. Pembebasan fiskal ke luar negeri merupakan wujud kepedulian pemerintah dalam memberikan kemudahan bagi setiap masyarakat yang hendak ke luar negeri.

3.2  Dampak dari Pembebasan Fiskal Luar Negeri (FLN)
Pembebasan fiskal luar negeri dinilai memiliki beberapa dampak positif sekaligus dampak negatif. Dampak positif dari pembebasan FLN diantaranya adalah mempermudah warga negara yang ingin bepergian ke luar negeri terutama bagi pelajar atau mahasiswa yang ingin menuntut ilmu ke luar negeri. Karena tidak semua warga negara yang ingin bepergian ke luar negeri adalah orang kaya. Meski dinilai menghilangkan potensi pendapatan pajak. Namun kata Robert[1], pembebasan fiskal bisa membantu kelancaran di bandara dan menekan biaya perjalanan warga negara Indonesia ke luar negeri. Selain itu, bisa menghilangkan potensi praktik manipulasi dari aparat pajak. “Fiskal gampang dimanipulasi, dari aparat pajak dan praktik itu akan hilang”.
Fiskal luar negeri memang turut menyumbang ke dalam penerimaan negara, tetapi persentasenya tak begitu besar. Saat penerimaan pajak Indonesia Rp300 triliun hingga Rp400 triliun, sumbangan fiskal keluar negeri Rp1,2 triliun hingga Rp3 triliun.
Pemerintah mengaku tidak khawatir dengan penghapusan pengenaan fiskal ke luanegeri yang berlaku mulai 1 Januari 2011, meskipun hal tersebut dipastikan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Selain menambah penerimaan pajak, pengenaan fiskal ke luar negeri selama ini terbukti efektif menjaring wajib pajak untuk memiliki NPWP. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengakui penghapusan kebijakan fiskal ke luar negeri tersebut akan mempengaruhi penerimaan pajak. Namun, dia yakin penerimaan pajak yang hilang akibat dihapuskannya pengenaan fiskal ke luar negeri tersebut akan terkompensasi oleh penerimaan dari pembayaran pajak wajib pajak yang telah terdaftar memiliki NPWP[2].
Sementara itu dampak negatif dari pembebasan fiskal luar negeri adalah berimbas pada sektor pariwisata. Saat ini globalisasi telah membuat orang dengan mudahnya berwisata dan berbelanja di luar negeri. Jika pemerintah Indonesia tidak memperbaiki kualitas sarana dan prasarana pada sektor pariwisata, maka kecenderungan orang-orang kaya untuk berbelanja di luar negeri akan semakin besar. Apalagi jika jumlah turis asing yang berkunjung  ke Indonesia selalu berkurang, maka akan mengurangi penerimaan negara dari sektor pariwisata.




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
·         Ketentuan berkenaan dengan FLN ini banyak menimbulkan kritik dari banyak kalangan karena dinilai memberatkan dan cenderung dianggap membatasi hak warga negara untuk berkunjung ke luar negeri. Disamping itu sudah banyak negara lain (bahkan di kawasan Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Singapura) yang menghapuskan kebijakan ini.
·         Wacana untuk menghapuskan FLN tersebut akhirnya berujung pada lahirnya kebijakan pemerintah untuk menghapus FLN secara bertahap yang akan mulai diberlakukan pada 01 Januari 2009 mendatang dengan perlakuan sebagai berikut: kurun waktu 01 Januari 2009 s/d 31 Desember 2010, WPOPDN yang sudah mempunyai NPWP dan belum berusia 21 tahun dibebaskan dari kewajiban membayar FLN; kurun waktu 01 Januari 2011 semua WPOPDN yang hendak bepergian ke luar negeri bebas dari kewajiban membayar FLN.
·         Dampak kebijakan FLN dalam kurun waktu 01 Januari 2009 s/d 31 Desember 2010 secara matematis memang menghilangkan potensi penerimaan pajak dari sektor FLN sebesar lebih dari Rp. 3,3 T di tahun 2009 dan diatas Rp. 4 T di tahun 2010. Namun demikian hal ini bukan berarti DJP akan menderita kerugian yang besar, karena sifat pembayaran FLN itu sendiri yang berfungsi sebagai kredit pajak bagi yang membayarnya.Dengan asumsi bahwa FLN dibayar oleh WPOPDN yang sudah berNPWP, maka kebijakan pembebasan FLN ini tidak akan berdampak besar pada sisi penerimaan pajak.










DAFTAR PUSTAKA

http://disperindag.kalbarprov.go.id/index.php/berita-disperindag/171-pembebasan-fiskal-tetap-diberlakukan-awal-januari-2011.html 





[1] http://disperindag.kalbarprov.go.id/index.php
[2] http://justtruesomething.blogspot.com/2010/10/bebas-fiskal-luar-negeri-pengaruhi.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright hidayatul26 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .